Belum selesai teman-teman. Mungkin begitu kami harus mengawali narsi ini untuk melanjutkan kisah-kisah apa saja yang ada di komplek kami ini. Sebuah komplek yang di kelilingi aliran sungai, Keplik Desa Lebakgowah, Kecmatan Lebaksiu, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah nama derah lengkapanya. Rindu jika tidak di tulis sebab disitu ada titipan dan perjuangan yang terselip menjadi kisah-kisah harmoni. Maka, Salam Hangat untuk Keplik, Rumah kita bersama yang Punya Banyak Kisah.
Di sebelah barat komplek kami ada sebuah gundukan tanah yang luas, yang orang dahulu sebut sebagai sunglon, (kulon), sebenarnya itu hanyalah pekarangan milik warga kami, yang sering di jadikan tempat berteduh jika siang hari. Tetapi bukan pemilik pekarangan itu yang akan kami ceritakan, melainkan gundukan tanah.
Dahulu sewaktu kami masih kecil biasanya kata Sunglon di keluarkan orang-orang, khususnya orang tua jika hari mulai sore dan anak-anak yang bermain belum pulang kerumahnya masing-masing, seprti ini biasanya oramg tua berkata "Balik wis sore aja dolanan neng Sunglon terus, ngko gawa kalong wewe" kata orang tua dulu.
Sunglon itu terletak di sebelah makam dan lapangan bola, di situ ada juga beberapa pohon dan buah-buahan yang menggiurkan seperti, Mangga, Jambu Mete, dan lainnya, jika musim buah datang, kami enggak takut untuk mengambilnya yang berjatuhan, sesekali pernah mengambil dari pohonya langsung, "Anggapa aja milik sendiri," kata teman kami sambil memanjat pohon.
Jalan menuju ke arah pekarangan itu semacam naik ke atas bukit kecil, di samping jalan berjejer banyak pohon Bambu. Apabila kita sedang membutuhkan itu, kita langsung mengambilnya dua sampai tiga Bambu dan bilang "Ini punya kita yah, engak apa lah ambil saja," memang sih pemiliki Bambu dan Buah-buahan itu masih ada hubungan saudara dengan kita. Ya, atau tidak, hahaha, makusdnya saudara seagama, sambil gurau di jalan.
Selain itu ada pemandangan yang elok jika tebu yang sekarang pohon jagung di samping pekarangan itu di tebang. Meski di samping ada lapangan dan makam yang begitu menyeramkan. Tetapi makam dan lapangan sepak bola itu dahulu sangat menyenangakan untuk tempat bermain, apa lagi jika malam hari dan bulan menyinari seluruh elemen bumi.
Begitu juga ketika musim tanam padi tiba, anak-anak dan pemuda punya kegiatan baru di malam hari, yaitu mencari belut di sawah. Untuk menangkap belut, kami memiliki alat yang sederhana saja. Yakni, menggunakan Arit dan Belati besar.
Perlengkapan yang kami bawa ketika mencari belut antara lain ada ember, pentungan dan sejenisnya, sesekali terkadang kita salah mengabil belut, tapi malah mengambil ular. Ya wajar saja karen malam, jadi sangat susah membedakannya.
Tetapi tidak semua sawah kami datangi, kami cuma datangi sawah-sawah yang tidak terlalu dalam, karena kalau sawahnya terlalu dalam kami sulit untuk bergerak dan akan mudah capek. Biasanya kami berangkat setelah adzan isya' dan kembali sebelum pukul 02.00 dini hari. Ketika rembulan bersinar terang, kita memilih untuk tidak mencari belut, karena ketika itu seringkali menemui ular ganas di pematangan sawah, yang di kenal dengan ular sawer.
Mungkin tidak hanya pemuda di Keplik, yang mencari belut dan hal apapun di sawah-sawah sekitar desa. Bisa jadi semua komplek di desa. Ada lagi selain berburu belut di malam hari, terkadang kita sering bercerita yang agak nglantur tentang hal-hal mistis di sekelilingnya. Ya, itu kita lakukan bisa jadi setiap hari, tapi pada malam itu kami bercerita mistis sekaligus sebagai teman saat menggorng belut. Heheee.
Cerita mistis tentang makam yang bolong mislanya, tetapi di komolek saya dinamakan kuburan jeblos. Menurut salah satu teman kami, sebut saja Yopi si Ambon, makam itu bolong karena yang meningal banyak dosanya. Sambil tertawa, ya wajar lah karena kami tidak tahu, namanya aja anak muda yang polos dan cepal ceplos. Jadi anggap aja itu banyak dosanya terus jeblos.
Yopi bercerita, suatu ketika ia sedang berjalan menuju lapangan sepak bola dekat makan, ia heran dan terkejut karena ada kain putih yang bergantungan di atas makam itu, ia sempat berhenti dan seakan terhipnotis meniatkan balik mundur lagi.
Karena takut, lalu ia lair kedepan tidak melihat ada batu nisan yang banyak, ia kemudian terperosot di lubang makam yang jeblos itu, ia lalu bangkit dan lari dengan cepat, sesampainya di sampaing lapangan itu ia kembali terjatuh dan ternyata kain putih itu hanya karung bekas yang sengaja di pasang untuk menakut-nakutinya.
Lalu, ada pula kisah tentang hantu pocong bermata hijau, jika ini yang menceritakan Dodo, ia menyampaikan bahwa suatu ketika dirinya sedang buang air besar di sungai. Lalau ada suara orang tak di kenal dia atas sungai dekat gundukan tanah yang di penuhi rumput-rumput besar di bawah pohon besar. Ia kemudian berdiri dan menegok ke belakang, diatasnya terdapan pocong yang mengerikan, akhirnya ia lari bersama teman yang mengantarakan, al hasil ia tanpa membersihkan duburnya (ora cewok).
Hahahahahah... Wkwkwkkwkwkw
Begitulah teman-teman kami jika bercerita dan menghayal. Sangat menyenangakan, sekali.
Tetapi itu hanya cerita saja, ada atau tidaknya mahluk-mahluk semacam itu terserah teman-teman. Yang pasti karena kami dekat dengan makam, jadi kami biasa membicarakannya, bukan bermaksud mengundangnya. Tetapi jikalau mahluk itu datang, ya alkhamdulillah sekalian di tanya dan dimintain nomor. Barang kali keluara, kan lumayan.
Wkwkwkwkwkkwkwkw....
Bersambung
Admin: regosonline
KOMENTAR