Di setiap kehidupan sehari-hari, seseorang sering menjumpai isitilah kurban dan berkurban. Bahlan ada penggalan istilah seperti 'Hidup adalah timbal balik. Apa yang kamu berikan akan kembali, apa yang kamu tanam akan tumbuh, dan apa yang kamu kurbankan akan berbuah pahala'. Hal itu mengingatkan kita pada momentum Idul Adha bagi Umat Islam yang tentu memiliki nilai-nilai universal selain ketakwaan.
Tentu rasa syukur menjadi bagian yang harus ditanamkan. Sebab, hampir 1,8 juta umat muslim dunia kini bersama-sama menjalankanya. Suara takbir, tahmid dan tahlil mengiringi, oleh karena itu sebagai wujud kesadaran sebagai hamba Allah umat muslim berbaur menjadi satu komunitas yang sama. Meski berbeda suku bangsa, berbeda bahasa, namun mereka disatukan Allah dengan niat dan pakaian yang sama.
Selain itu, Idul Adha tentu akan mengingatkan kita semua pada Ibadah haji dan qurban sekaligus mengingatkan kehidupan keluarga Nabi Ibrahim, yang berjuang dan berqurban untuk mendapatkan ridla Allah. Ibadah tersebut juga mengokohkan semangat kita untuk merenungkan apa arti qurban dan ibadah haji. Haji dan qurban ialah syariat untuk pensucian jiwa, membersihkan kotoran yang ada pada hati, sifat-sifat ananiyah atau egoisme.
Melalaui Idul Adha kita secara sosial kita diajarkan tentang kepedulian sesama umat manusia melalui pemnerian daging qurban. Demikian pula persahabatan hakiki kita jalin antar sesama muslim se dunia melalui ibadah haji. Maka, ada nilai yang mendalam dalam rangkaian ibadah haji, shalat dan qurban di hari Iedul Adha, yakni:
Pertama, mendekatkan diri kepada Allah
Kata qurban secara etimologi berasal dari kata bahasa Arab, yakni qaraba, yaqrabu, qurban wa qurbanan wa qirbanan yang memiliki arti dekat. Jadi, qurban berarti mendekatkan diri kepada Allah dengan mengerjakan perintah-perintahNya, bahkan perintah berqurban disandingkan dengan perintah sholat, yang artinya “Maka laksanakan shalat karena Tuhan-mu dan berqurbanlah” (QS. Al-Kautsar: 2).
Kedua, membina ketaatan seorang hamba kepada Allah. Seperti pengorbanan besar yang dilakukan oleh Nabiyullah Ibrahim ‘alaihis salam serta keluarganya yang tercatat dalam sejarah kemanusiaan. Nabi Ibrahim menjadi teladan tentang ketaatan mutlak kepada Allah. Beliau melalui mimpi yang diperintahlan langsung oleh Allh agar menyembelih putra satu-satunya.
Ketiga, yakni membina kesatuan umat Islam. Hal ini menjadi sesuatu yang tampak jelas karena Umat Islam dari penjuru dunia, dari beraneka warna kulit, suku bangsa dan bahasa mereka menjadi satu dengan warna pakaian yang sama membawa niat mulia. Keutuhan umat ini terus berlanjut hingga kini, kesatuan umat secara syar’iy tetap menjadi pakaian umat, mewarnai gerak langkah sosial umat setiap hari khususnya bagi bangsa Indonesia.
Sebagaimana mana firmanaAllah Swt dalam Q.S Ali Imran:103 yang artinya “Dan berpegang-eratlah kamu semuanya dengan tali (agama) Allah seraya ber-Jama’ah, dan janganlah kamu berfirqoh-firqoh. Dan ingatlah akan ni`mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni`mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”
Sejarah tetap mencatat, jalannya kehidupan. Kitab suci Al-qurna sabagai pegangan umat muslim dunia telah memberi nasihat yang mendalam, yakni tentang persatuan dan persaudaraan. Jika ada perbedaan tetap disyukuri sebab itu sebagai karunia dari Allah. “Dan taatlah kepada Allah dan RasulNya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfâl: 46).
Persatuan umat kemudian terus diperkokoh lagi dengan ikatan persaudaraan (ukhuwwah). Allah Swt telah berfirman: “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara” (Q.S. Al-Hujurat 10). Sikap ukhuwah ini menjadi kekuatan umat muslim baik keimanan, kanusiaan, dna kekeluargaan. Maka sangat jelas bahwa timbulnya pertikaian, cacai maki, ujuran kebencian dan sejenisnya sesama muslim dengan motif dan modus apapun bukanlah watak orang beriman.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabada, “Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, tidak boleh mendzaliminya dan tidak akan membiarkannya” (Muttafaq ‘alaih).
Kesatuan umat tetap diperlukan hingga akhir jaman. Itu semua bisa di muali dari tempat-tempat terkecil seperti desa-desa dan komplek-komplek. Lihatlah bagaimana saat ini banyak saudara seiman terlibat dalam peperangan di Timur Tengah. Lebih lagi saudara muslim di Palestina yang kini dalam kondisi tertindas di negerinya sendiri akibat kekejaman orang-orang Yahudi.
Tidak ada yang membenarakan, bila melihat apa yang sedang dilakukan kelompok Yahudi saat ini terhadap Palestina. Tempat-tempat ibadah disana seperti Masjid Al-Aqsa sebagai warisan muslimin juga dirusak dan mereka kendalikan. Apa yang dapat dilakukan saudara-saudara muslimin di dunia ketika mereka sendiri juga terkungkung dalam kotak-kotak mazhab, harokah, serta kelompok sosial politik yang berbeda-beda?.
Di hari Idul Adha ini tentunya bisa menjadi pelajaran penting, marilah perkuat persatuan dan kesatuan umat ini, kita bangun masyarakat yang damai, saling nasihat, saling peduli sesama, karena kita bersaudara dari tempat-tempat terkecil baik dusun, desa dan seterusnya.
Regosonline
Penulis: Anak Kecil, Mandiri, Menginjak Bumi, Dkk. S.R (Penulis saat ini aktif di Gerakan Keplik Berdikari ) Keplik Indah Rt. 01.02 Rw.VI Desa Lebakgowah.
Admin: S.R/T
KOMENTAR